Pernikahan keduanya adalah dengan Raden Djenon, kemungkinan besar dipengaruhi oleh posisi HD Levyssohn Norman sebagai direktur Bannenlands Bestuur dan perannya sebagai guru masa kecil Lasminingrat dan ayah angkatnya selama pendidikan modernnya di Sumedang.
Ia juga dikenal karena pembelaannya terhadap pembebasan perempuan, inisiatif pendidikan, dan perannya sebagai aktivis hak-hak perempuan Sunda.
Di antara karyanya yang terkenal adalah “Warnasari” (jilid 1 dan 2) dan buku berjudul “Sang Raja Poetri ke Saderekna Doewa Welas” yang memuat pemikiran Lasminingrat tentang perempuan yang dinilai hanya berdasarkan tubuh, watak, stigma, dan seringnya intimidasi. dialami oleh perempuan.
Baca Juga:Jadi Pionir dan Role Model Pengembangan Padi Organik di Jawa Barat, Desa Cikurubuk Buahdua Sumedang Patut DibanggakanBonus Sudah Menanti Atlit POR Pemda yang Berprestasi
Buku anak-anaknya pertama kali diterbitkan pada tahun 1875 dengan judul “Tjarita Erman” yang beredar sebanyak 6.105 eksemplar.
Ditulis dalam aksara Jawa dan Latin, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu pada tahun 1919 oleh MS Cakrabangsa, dan edisi kedua dan ketiga terbit pada tahun 1930.
Menyusul kesuksesan buku pertamanya, Lasminingrat merilis jilid pertama kumpulan dongengnya, Warnasari, pada tahun 1876, disusul jilid kedua.
Karya-karyanya diterbitkan oleh Balai Pustaka dan menjadi bagian perpustakaan umum di sekolah dasar untuk dipinjamkan kepada siswa dan masyarakat umum.
Sebab, buku Lasminingrat menarik selera anak-anak dan mudah dipahami.
Kesimpulannya, warisan Raden Ayu Lasminingrat bertahan melalui karya-karyanya yang tak lekang oleh waktu, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sastra Sunda dan advokasi hak-hak perempuan.
Demikian pembahasan mengenai Pernah Belajar ke Sumedang, Ini Biografi Raden Ayu Lasminingrat Seorang Pelopor Kesusastraan Sunda.***