sumedangekspres – Apakah Program Tidur Siang di Sekolah Cocok di Indonesia?
Satriwan Salim, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), memberikan sudut pandang yang mendalam mengenai program tidur siang di sekolah di Sidoarjo, Jawa Timur.
Pandangannya mencakup analisis terhadap kelebihan, kekurangan, dan potensi tantangan yang mungkin timbul terkait dengan implementasi kebijakan ini.
Salim menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terkait kebijakan tidur siang di lingkungan sekolah.
Baca Juga:30 Wanita Australia Mualaf, Terpukau dengan Perlawanan Warga Gaza Pada IsraelTandai Tanggal Cuti Bersama Natal 2023 Sebelum Berlibur!
Menurut Satriwan, program tidur siang bukanlah konsep baru dan sudah diterapkan dengan sukses di negara-negara maju seperti Finlandia, Singapura, Cina, Taiwan, dan negara-negara Skandinavia.
Dia menekankan bahwa kebijakan ini muncul sebagai respons terhadap masalah kejenuhan yang sering dialami oleh siswa di lingkungan sekolah.
“Anak-anak sering merasa kelelahan karena waktu mereka banyak terkuras untuk mengerjakan tugas, sehingga sulit bagi mereka untuk fokus dalam proses belajar. Karena itulah, kebijakan tidur siang di sekolah sudah diterapkan di negara-negara Skandinavia,” ungkap Satriwan kepada Republika pada Senin (4/12/2023).
Satriwan menjelaskan bahwa beberapa studi telah menunjukkan bahwa siswa sering merasa jenuh di sekolah.
Faktor-faktor penyebabnya termasuk kurangnya variasi metode pengajaran, beban tugas yang berlebihan, dan ketiadaan ekosistem pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi siswa.
Sekolah kadang-kadang menjadi tempat di mana siswa merasa terbebani oleh tugas-tugas yang terus menerus, mengakibatkan waktu istirahat mereka menjadi terkuras.
Satriwan menyoroti kurangnya daya tarik dalam ekosistem pembelajaran dan kurangnya tantangan dalam metode pengajaran sebagai penyebab kehilangan minat siswa dalam proses belajar.
Baca Juga:Jangan Ada Lagi Petugas Jadi Korban Pada Pemilu Serentak!Suami Bakar Istri Hidup-hidup, Gegara Chat Dengan Pria Lain
Selain itu, faktor-faktor seperti kegiatan ekstrakurikuler, tingkat stres, dan interaksi sosial di lingkungan sekolah juga dapat mempengaruhi tingkat kejenuhan siswa.
Meskipun literatur mendukung dampak positif jangka pendek dari tidur siang, Satriwan menekankan bahwa efek ini tidak bersifat mutlak dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
Satriwan menyatakan bahwa meskipun program tidur siang menunjukkan potensi positif, tetapi tantangan dalam implementasinya perlu diperhatikan, seperti penyediaan fasilitas yang nyaman dan perubahan pandangan orang tua terkait manfaat dari kebijakan ini.
Meskipun memperlihatkan dampak positif yang potensial, ia menegaskan perlunya riset yang mendalam sebelum kebijakan ini diadopsi secara luas, terutama oleh lembaga pendidikan tinggi yang menghasilkan calon guru, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).