sumedangekspres, JATINANGOR -Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sumedang, Taufik Hidayat, memberikan tanggapannya terkait insiden tragis yang menimpa PT Kahatex. Dia menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan klarifikasi dengan perwakilan dari PT Kahatex, yang diwakili oleh seorang bernama Dhonot.
Menurut Taufik, pihak Disnakertrans Sumedang akan menindaklanjuti kejadian tersebut dengan serius. Mereka telah berkoordinasi dengan serikat pekerja dari SPSI Kahatex dan GOBSI Kahatex untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada korban serta keluarganya.
Informasi yang diterima menunjukkan bahwa dari enam pekerja yang terkena dampak, satu di antara mereka meninggal dunia dan lima lainnya dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Baca Juga:HJS Ke-446, Tuti Sebut Sumedang Lebih MajuDua Sejoli Kepergok Kubur Mayat Bayi, Diduga Hasil Hubungan Gelap
“Saat ini, lima korban tersebut sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit,” terangnya.
Dia menegaskan insiden tersebut terjadi ketika keenam pekerja sedang membersihkan bak ekualisasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pabrik.
“Petugas pembersihan bak ekualisasi tanpa diduga menghirup gas beracun yang menyebabkan dan kelimpungan didalam bak tersebut,”ucapnya.
Terkait insiden di PT Kahatex, Taufik menegaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Pengawas Ketenagakerjaan untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Mereka sedang menunggu jadwal dari pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan monitoring bersama.
Kejadian ini menjadi peringatan bagi semua pihak, baik pengusaha maupun pekerja, untuk selalu menjaga keselamatan dan kesehatan di tempat kerja. Langkah-langkah preventif dan pengawasan yang lebih ketat harus diterapkan guna mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.
Data statistik menunjukkan bahwa angka kecelakaan kerja, terutama di Provinsi Jawa Barat, terus mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
Di tingkat nasional, pada tahun 2023, jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia mencapai 370.747 kasus. Mayoritas kasus tersebut melibatkan peserta penerima upah, dengan persentase sekitar 93,83%. (kos)