Celios menyebutkan tidak kurang -bahkan bisa lebih, kerugian akibat bencana ekologis tiga provinsi di Sumatera tersebut ditaksir Rp68,67 triliun.
Bahkan Greenpeace memproyeksikan kerugian potensial bisa lebih dari Rp200 triliun. Celios menyebutkan Kerugian ini dipicu oleh alih fungsi lahan untuk sawit dan pertambangan. Sementara mereka tak memberikan apa-apa kepada negara dan masyarakat sekitar.
Bencana ekologi di Sumatera dipenghujung tahun 2025 adalah EKOSIDA. Ada Upaya sistematis pemusnahan ekosistem besar-besaran melalui perusakan lingkungan secara ekstrem, sistem, meluas dan berkepanjangan yang didukung kebijakan/regulasi penguasa pro oligarkhi.
Baca Juga:Semangat Melayani Masyarakat, Bupati Dony Ahmad Munir Kunjungi Layanan Kesehatan di Puskesmas SurianJelang Natal, Romo Wahyu Terima Sertipikat untuk Gereja Katolik Fransiskus Asisi sebagai Kado Natal bagi Umat
Pro oligarkhi karena kerapuhan etika para penyelenggara negara. Rapuh pada godaan hedonis-pragmatis, meraih-mempertahankan dan membiayai kekuasaan. EKOSIDA tidak hanya melahap korban manusia, mengancam keanekaragaman hayati, perubahan iklim, kesehatan dan penghidupan manusia. Tapi juga meneror masa depan generasi bangsa pun kelangsungan kehidupan umat manusia.
Bencana ekologi adalah akibat perselingkungan penguasa dan oligarkhi selama bertahun-tahun. Padahal Belanda yang mengeruk kekayaan Indonesia selama beratus tahun, hingga mereka hidup terapung dari kekayaan yang dieksploitasi dari Indonesia, tak meninggalkan kerusakan massif lingkungan. Mereka memang penjajah!!!
Tapi setelah kita mengusir penjajah dan Merdeka selama 80 tahun, kita telah merusak bumi pertiwi tercinta, hingga ke akar-akarnya. Hampir tak tersisa. Tandas oleh keserakahan.
Pertanyaannya, siapa yang akan membayar kerugian itu? Siapa yang akan bertanggungjawab terhadap 208 ribu siswa yang tidak bisa belajar. Siapa yang akan menjawab pertanyaan 208 ribu siswa – bisa lebih, yang bertanya kemana hutan KAMI? Bagaimana masa depan KAMI, bila Indonesia tanpa Hutan?
Jika genosida dan radikalisme adalah kejahatan dan tak berperikemanusiaan, Ekosida pun lebih jahat, tak berperikemanusiaan dan merusak masa depan generasi bangsa.
Bencana ekologi di Sumatera layak disebut kejahatan EKOSIDA. Siapa yang bertanggungjawab?
(Kang Marbawi, 131225)
