Fotografer Jepang Tertarik Budaya Sunda

Fotografer Jepang Tertarik Budaya Sunda
Fotografer asal Jepang memoto pagelaran seni dari Bengkel Seni Absurd yang bertajuk Mapah Hiang Pohaci, kemarin. (Foto: Kegga Keggyan/SUMEKS)
0 Komentar

SUMEKS, Situraja – Keindahan dan daya tarik Kabupaten Sumedang mampu menarik perhatian fotografer asal jepang. Mereka melakukan hunting foto di Sumedang selama dua hari, salah satunya di Desa Kaduwulung Kecamatan Situraja.

Para fotografer pun terkesima dengan pertunjukan seni dari Bengkel Seni Absurd yang bertajuk ‘Mapag Hiang Sari Pohaci’. Salah seorang fotografer asal Jepang Kazuteru Makiama, mengaku terkesima dengan alam dan pertunjukan seni di Kabupaten Sumedang.

“Saya baru melihat yang seperti ini, saya tidak tahu kalau ada pertunjukan seni yang menceritakan sebutir padi,” kata Kazuteru didampingi penerjemah bahasanya, Hilda

Baca Juga:Program Call Centre Lapis SumedangPelatihan Penulisan Artikel Hasil Penelitian Tindakan Kelas

Selain itu, Kazuteru mengaku sangat mengapresiasi pertunjukan seni dari Bengkel Seni Absurd, dia mengatakan pertunjukan seperti seperti itu seharusnya tampil di kancah dunia karena seperti Teater Tradisional Jepang Kabuki.

“Ini sangat bagus harusnya bisa mendunia seperti teater tradisional Jepang Kabuki,” tambah Kazuteru.

Salah satu penggagas kegiatan, Deden Indrawan atau lebih dikenal Dede Absurd, menjelaskan Mapag Hiang Pohaci memiliki esensi tentang Dewi kesuburan dan padi, karena padi sendiri yang menjadi sumber pangan dan kehidupan.

“Nyi pohaci diperintahkan untuk dikubur di dunia tengah (tempat tinggal manusia). Dari kuburan Nyi Pohaci munculah macam tanaman yang amat berguna bagi manusia Sunda, yaitu pare atau padi,” jelas Deden.

Deden menerangkan kepercayaan orang Sunda terdahulu terhadap Nyi Pohaci. Pertunjukan seni yang menceritakan Nyi Pohaci dilaksanakan agar masyarakat tidak melupakan cerita dan tradisi leluhur Sunda.

“Jadi Nyi Pohaci adalah berkah hidup masyarakat. Dari kematiannya tumbuh kehidupan. Tanpa Nyi Pohaci, masyarakat Sunda tidak memperoleh sumber kehidupannya. Itulah sebabnya masyarakat Sunda di zaman pertaniannya dulu amat menghormati Nyi Pohaci,” pungkas Deden (kga)

0 Komentar