SUMEKS – Dalam sejarah masa lampau, Al Qur’an Tulisan Tangan tersebut ditulis oleh salah satu tokoh agama di Kabupaten Sumedang, yakni Raden Haji Abdul Majid. Walaupun huruf dan ukiran kaligrafinya sama seperti Al Qur’an pada umumnya, namun Al Qur’an yang tersimpan rapi di dalam etalase kedap udara tersebut memiliki keistimewaan.
Meski huruf-huruf Arab atau hijaiyah memiliki tingkat kerumitan tersendiri, namun disana terlihat begitu rapi serta presisi pada setiap hurufnya.
Diketahui, Raden Haji Abdul Majid menulis Al Qur’an tersebut pada tahun 1856. Dan Al Qur’an itu kini tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun, di Gedung Sri Manganti yang berada di Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan.
Baca Juga:20 Rumah di Desa Cimalaka Dapat Bantuan RutilahuKedatangan Erik Thohir Disambut Bobotoh di Rumah Umuh Muchtar
Bagi orang yang melihat Al Quran tersebut, akan melihat bagaimana kaligrafi yang dibuat secara indah membentuk sebuah bingkai setiap lembar Al Qur’an dengan jumlah 520 halaman, ukuran 36 x 22,5 cm dan tebal 7 cm tersebut.
Dan khusus di lembaran tengah, atau pada beberapa ayat surat Al-Kahfi, terdapat sebuah ukiran kaligrafi warna berlafadzkan syahadat. Bahkan ada juga sebuah kaligrafi yang menyerupai bentuk hewan berkaki empat yang berjumlah tiga ekor di setiap sisinya. Namun tidak begitu jelas hewan apakah yang dirujuk oleh Raden Haji Abdul Majid.
Nonoman Karaton Sumedang Larang, Raden Lucky Djohari Soemawilaga menjelaskan, Raden Haji Abdul Majid merupakan keturunan dari keluarga lingkung kaum atau lingkungan sekitar Masjid Agung Sumedang. Keluarga lingkung kaum atau kauman sendiri awalnya berasal dari keturunan Sumedang Larang dari garis keturunan Dalem Istri Rajaningrat.
“Keluarga kaum itu awalnya dari keturunan Dalem Istri Rajaningrat, keluarga kauman terkenal memiliki keahlian dalam bidang keagamaan,” ujarnya.
Lucky menerangkan, Al Qur’an tersebut ditulis dengan menggunakan tinta berbahan alami. Meski ditulis tangan, namun setiap hurufnya begitu presisi dan pada lembar bagian tengah terdapat bingkai serta kaligrafi berwarna yang memiliki makna luas.
“Sekitar tahun 2008 – 2009, waktu itu ada seorang ahli filolog (ahli yang mempelajari segala aspek kehidupan masa lalu yang ditemukan dalam naskah tulisan tangan dan didalamnya tercakup bidang kebahasaan, kesusastraan dan kebudayaan, red) yang datang bersama Amin Rais. sampai terharu melihat tulisan Al Quran dan kaligrafi yang ada, karena menurutnya ini sesuatu yang langka dan mempunyai karakter simbol yang berbicara dan jarang ditemukan, hanya filolog dan para kyai yang paham tentang makna kaligrafi itu,” terangnya.