Menu Mandoti

Menu Mandoti
Menu Mandoti
0 Komentar

Mandoti disebut Mandoti karena daya pikatnya. “Kalau dimasak, aroma harumnya tercium sampai jauh,” ujar Asman.
Sayangnya Mandoti tidak bisa dikembangkan. Hanya bisa ditanam di satu kecamatan saja di Enrekang. Itu pun hanya di satu hamparan tanah adat yang luasnya 3.000 hektare.
“Begitu ditanam di luar hamparan itu, hasilnya berubah,” ujar Asman. “Dari hasil penelitian memang ada satu unsur mineral tanah yang hanya ada di situ,” kata Asman.
Hamparan itu bukan sawah. Itu sebuah lereng gunung Latimojong –gunung tertinggi di Sulsel. Lahan itu di ketinggian sekitar 1.000 meter. Tidak ada irigasi teknis. Semuanya ladang tadah hujan.
Uniknya, tanah 3.000 hektare itu milik adat. Digarap bersama dan hasilnya dibagi untuk semua warga adat. Yang bertanggung jawab atas penanaman Mandoti bergantian, sesama warga adat.
Padi Mandoti ini konservatif sekali: 8 bulan baru bisa dipanen. Hampir tiga kali umur padi biasa.
Di luar tanah adat itu warga masih punya tanah pertanian masing-masing. Umumnya ditanami bawang merah.
Enrekang sebenarnya juga penghasil kopi robusta utama di Indonesia. Tapi nasibnya sial: tidak ada yang mengenal kopi Enrekang. Pun Anda. Kopi Enrekang dipasarkan dengan nama Kopi Toraja.
Enrekang pernah ingin merebut nama baik itu. Masih gagal. Mungkin perlu Munas Kopi Mania se-Indonesia –kalau sudah terbentuk. (*)

Komentar Pilihan Disway*
Edisi 20/3: Kakak Sofwati

MS
Pertama saya tidak terlalu suka perusahaan milik negara, karena saya tidak terlalu paham perusahaan tersebut fungsinya untuk apa. Yang jelas bukan untuk menyuksesikan pilpres. Kedua GIAA, saya tidak mau sotoi lah Pak Leong soal nasibnya, kalau soto baru saya mau. BUMN sudah kebanyakan orang pintar, jadi sudah ada yang ngurus. Jika ada proyek pemerintah yang gagal, satu atau dua. Sudah biasalah, normal saja. Hal menarik justru tak temukan pada GoTo, bagaimana cara mereka exit untuk balik untung lewat growth bisnis setelah bakar modal. Bukan lewat goreng modal.

Amat Kaselanovic
Setelah membaca Disway hari ini, tetiba saya ingin berpantun. Meski kadang, kata-kata tak dapat mewakili rasa. Rumah dulu biliknya bambu/ Kain tapis kain bersulam/ Sesak dada sebab merindu/ Rasa cinta rindu mendalam

0 Komentar