Menu Mandoti

Menu Mandoti
Menu Mandoti
0 Komentar

Disway Reader
Sedikit tambahan abah,, budaya pisau/badik/golok atau yg lebih familiar di masyarakat Sumsel ‘ladeng’/Mandau” dikarenakan sebagian besar masyarakat Sumsel itu berkebun, dan perkebunan itu msh byk binatang buasnya, seperti harimau, buaya, beruang dls. Sebenarnya fungsinya itu untuk jaga diri dr binatang buas tsb. Dan satu hal lagi di SUMSEL ini terdiri dr bermacam-macam suku. Komering itu hanya salah satu. Sebagai contoh, di kabupaten OKU, OKU itu terdiri dr suku Ogan, Komering, kisam, dayo. Kabupaten Musi Rawas, terdiri dr suku Musi, Rawas,Coll, rejang Rawas. Dan lebih byk lagi di kabupaten OKI.

Fauzan Samsuri
Tidak bisa membayangkan betapa repotnya seorang perempuan dengan membawa anak pada zaman itu harus menempuh perjalanan dengan bus umum dari Madiun sampai Jambi, karena bakti seorang istri atau atas dasar lainnya kita tahu pasti alasannya, namun “cinta” memang bisa membuat orang melakukan apa saja. Semoga baktinya diterima Allah SWT, Laha fatikhah.

Zainal Arifin
Saya juga dibiasakan mbaca oleh ustadz Umar Khirid, membaca kitab berbahasa arab: al adzkaar, imam nawawi, karena saya lulusan sd, smp islaam. Bila ada kata2 yg tak tahu, tanya langsung pd beliau. Terimakasih atas ketekunan beliau ngajar saya yg jendel ini.

Baca Juga:BRI Hadirkan Solusi Finansial Bagi Perusahaan SekuritasMahasiswa dan Anggota Pramuka Ikuti Kegiatan Sosialisasi 4 Pilar, Sutrisno: Generasi Muda Akan Jadi Pemimpin di Masa Depan

Maramuda Sahala
”Isi semua kitab ini bisa kamu pahami hanya dalam satu minggu kalau bukunya berbahasa Indonesia,” katanyi. Konsep ini (pakai terjemah) yg dipakai di umumnya pesantren Muhammadiyah dan ini menjadi sumber kegagalan ponpes MD: para santrinya tidak mampu membaca kitab kuning karena tidak dibiasakan. Di pondok salaf, membaca kitab kuning itu bukan hanya untuk memahami maknanya, tapi juga untuk menambah mufradat (kosa kata arab klasik). sehingga dg mufradat bahasa Arab yg banyak ditambah ilmu nahwu shorof dari kitab Ajurumiyah dan Alfiyah, maka santri yg tekun bisa menguasai bahasa Arab dan literatur Arab klasik tanpa harus belajar ke timur tengah. Gus Baha contohnya. Kesuksesan pondok salaf seperti Sidogiri, Lirboyo, dll menjadi pembeda ketika lulusannya meneruskan belajar di jurusan agama di timur tengah seperti di Mesir. Mereka lebih unggul secara kualitas dibanding dari pondok modern. Sebagian dari mereka bahkan sudah menjadi “kyai” di masjid2 mesir dg membuka pengajian kitab yg diikuti oleh mahasiswa asal negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, dll; di samping dari sesama indo yg dulunya tidak mondok di pondok salaf. Di univ. Al-Azhar kalau ada mahasiswa yg disertasi doktornya dapat nilai cum laude itu berasal dari Indonesia (seperti Quraish Shihab dan Gus Ghofur Maimun) para mahasiswa asal negara tetangga menganggap “biasa” ini pengakuan atas kualitas pendidikan agama di pondok salaf. dan baru diaggap luar biasa kalau cum laude itu berasal dari negara tetangga (dan itu hampir tidak ada).

0 Komentar