Tapi Haji Aseng bukan istri tua. Ia justru mendorong saya untuk menerima tawaran itu. Setengah memaksa.
“Besok Datuk Low datang. Tinggal di sini. Sekalian bisa bertemu dan makan siang dengan beliau,” ujar staf di situ.
Tentu saya ingin bertemu orang sekaya itu. Belum tentu saya bisa menemuinya di Jakarta. Atau di Singapura. Urusan tas kecil itu mudah. Bisa dijemput untuk dibawa ke villa ini.
Baca Juga:Wisata Gunung Golempang Sepi Pengunjung, Akses Jadi Kendala UtamaMasyarakat Harus Maknai Isi Kegiatan Geulisan
Kami pun menghabiskan sore di situ. Sambil ngobrol soal tambang. Lalu disusul makan malam di situ. Dengan menu ikan nila yang di-fillet, dengan diberi topping sambal matah. Enak sekali.
Biasanya saya menghindari ikan nila. Kurang gurih. Pilih gurami. Tapi malam itu saya mendapatkan nila yang berbeda. Sejak itu saya mau makan nila masakan istri saya. Di Kaltim ini. Rupanya rasa nila di sini berbeda dengan yang di Surabaya.
Setelah makan malam saya mendapat sajian data: soal tambang Bayan Resource.
Lalu tidur. Villanya seperti di Bali. Memasuki kompleks villa ini saya lupa kalau lagi di tengah pertambangan batu bara. Rasanya saya seperti lagi di Ubud.
Agenda saya berikutnya: pagi-pagi senam dansa. Sendirian. Di gym. Dengan musik dari hand phone –saya punya stok lebih 100 lagu senam di situ.
Habis senam barulah kami keliling kebun binatang. Sambil menunggu kedatangan Datuk Low. Ia datang ke sini tidak naik speed boat seperti yang saya lakukan. Ia naik helicopter dari Bandara Balikpapan.
Sambil berjalan menuju bonbin, saya pun bertanya: mengapa membangun kebun binatang begini besar. Di lokasi yang begini pedalaman. Yang jangankan kota, kampung terdekat pun berpuluh kilometer jauhnya.
“Datuk Low sangat menyukai binatang,” ujar staf di situ.
Baca Juga:Tiga Sektor, Bisa Putarkan Roda Perekonomian MasyarakatSumedang Akan Produksi Lampu Led Bebas Listrik
Kebun binatang ini terpencar di empat atau lima kelompok. Kelompok burung dibikinkan rumah khusus. Atapnya jaring. Luasnya, ups, 2 hektare. Ratusan jenis burung ada di sini. Ribuan jumlahnya. Dari seluruh Indonesia. Juga dari banyak negara.
Kelompok harimau dibikinkan kawasan berjeruji besi seluas 1 hektare. Yang ada kandang di tengahnya. Di kandang itulah tempat mereka makan: 7 kg daging sehari. Per ekor. Ada 8 ekor di situ. Awalnya petugas mengajari mereka: agar setiap jam 5 sore menuju kandang. Untuk makan. Kini, tanpa diajari, harimau itu sudah tahu: setiap jam 5 sore pasti pulang untuk makan.