sumedangekspres – Sekilas Sejarah Kerajaan Salakanagara Kerajaan Tertua Di Nusantara Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua di Nusantara menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara yang merupakan bagian dari Naskah Wangsakerta.
Salakanagara diyakini sebagai cikal bakal suku Sunda, hal ini dikarenakan peradaban Salakanagara dianggap memiliki kesamaan dengan wilayah peradaban orang Sunda selama berabad-abad.
Diperkirakan awal berdirinya kerajaan Salakanagara pada abad ke-1 di kota yang dikenal dengan logamnya, kata Salakanagara berarti “Negeri Perak” didirikan pada 52 Saka.
Baca Juga:Lomba Sihir Akan Tampil Di Now Playing Festival Sebagai Pentas SihirUsai Sabet Gelar Juara Indonesia Masters 2023, Inilah Profil dan Sederet Prestasi Pasangan Ganda Putra Leo / Daniel
Penguasa pertama di Salakanagara adalah Aki Tirem yang hidup disekitar pesisir Teluk Lada Pandeglang Banten, besan dari Nyai Muti’ah, penguasa perempuan berdarah Arab yang menguasai Tanah Pusaka Sukahurip disekitar muara sungai kuno Sandang Pinggan, yang sekarang sudah dibangun untuk kota Industri Migas terbesar di dunia, Kota Balongan Indramayu Jawa Barat.
istri dari Eyang Haji Saka sang penata peradaban Tanah Jawa. Saka Urip, adalah penyebutan pertama sebelum berganti menjadi Sokaurip, kemudian berganti lagi menjadi Sukahurip dan sekarang Sukaurip.
Sukahurip adalah nama salah satu Desa kuno di Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu Jawa Barat yang biasa disebut oleh masyarakat sekitar sebagai “Tanah Pusaka Sukahurip” adalah daerah pertama di Tanah Jawa yang dibangun oleh Eyang Haji Saka dan istrinya tercinta Eyang Nyai Muti’ah.
Sosok perempuan pertama yang diketahui oleh penulis sebagai pemimpin Tanah Pusaka Sukahurip sebelum dinikahi oleh Mahaguru Haji Saka.
Pandeglang (Sekarang Banten), dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata “Panday” dan “geulang” artinya pembuat gelang.
Sejarawan Sunda, Dr. Edi S. Ekajati, memperkirakan lokasi ibu kota kerajaan adalah di kota Merak sekarang. Dalam bahasa Sunda, merak berarti “membuat perak”
Nama ahli dan sejarawan yang membuktikan bahwa tatar Pasundan memiliki nilai-nilai sejarah yang tinggi, antara lain adalah Husein Djajadiningrat, Tubagus H. Achmad, Hasan Mu’arif Ambary, Halwany Michrob dan lain-lainnya.
Baca Juga:Kenali Gedang Klutuk, Minuman Ciu Asal Jawa TengahTips Aman Dan Nyaman Berkendara Sepeda Motor
Banyak sudah temuan-temuan mereka disusun dalam tulisan-tulisan, ulasan-ulasan maupun dalam buku. Belum lagi nama-nama seperti John Miksic, Takashi, Atja, Saleh Danasasmita, Yoseph Iskandar, Claude Guillot, Ayatrohaedi, Wishnu Handoko dan lain-lain yang menambah wawasan mengenai Banten menjadi tambah luas dan terbuka dengan karya-karyanya dibuat baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.