Bagaimana Hukum Islam saat Menahan Haid di Bulan Puasa Ramadan dengan Meminum Obat Pencegah Haid?

Menahan Haid di Bulan Puasa Ramadan dengan Meminum Obat Pencegah Haid
Menahan Haid di Bulan Puasa Ramadan dengan Meminum Obat Pencegah Haid (sumber: ILUSTRASI/capture/freepik)
0 Komentar

sumedangekspres – Bagi sebagian wanita yang belum memasuki masa menopause, menstruasi adalah siklus alami yang terjadi setiap bulannya.

Namun, bagi wanita yang menjalankan ibadah puasa Ramadan, menstruasi bisa menjadi sebuah tantangan.

Kehendak untuk menjalankan ibadah puasa sebulan penuh seringkali bertabrakan dengan kedatangan haid.

Baca Juga:Tips Fashion Lebaran 2024 untuk Wanita Big Size, Sebaiknya Hindari 3 Model Baju Ini!Mengenal Jenis-jenis Katarak dan Bahayanya

Sebagai solusi, beberapa wanita memilih untuk mengonsumsi obat pencegah haid agar dapat berpuasa sepanjang bulan Ramadan.

Namun, apakah hal ini sesuai dengan ajaran agama dan sehat bagi tubuh?

Ustaz Syafiq Basamalah memberikan pandangan bahwa penggunaan obat pencegah haid harus dipertimbangkan dengan matang.

Jika konsumsi obat tersebut berpotensi memberikan dampak negatif pada tubuh, maka lebih disarankan untuk tidak mengonsumsinya.

Dampak negatif yang mungkin timbul termasuk peningkatan jumlah darah saat siklus haid berikutnya, rasa mual, kembung, bahkan penambahan berat badan dalam jangka panjang.

Di sisi lain, Ustaz Syafiq Riza Basamalah menekankan bahwa sebagai seorang perempuan, menjaga fitrah adalah penting.

Menggunakan obat pencegah haid bisa dianggap sebagai suatu tindakan yang mengganggu fitrah alami seorang perempuan.

Dalam perspektif agama, merusak fitrah merupakan perbuatan yang tidak dianjurkan.

Mengonsumsi obat pencegah haid juga bisa menimbulkan dilema moral.

Baca Juga:Bukan Hanya Masalah Orang Dewasa, Ternyata Katarak juga Bisa Menyerang BayiManfaat Air Beras untuk Kecantikan Kulit yang Mungkin Belum Kamu Ketahui

Di satu sisi, ada keinginan untuk menjalankan ibadah puasa sebulan penuh tanpa terganggu oleh haid.

Namun, di sisi lain, ada pertimbangan akan dampak kesehatan dan pertimbangan agama.

Oleh karena itu, solusi yang lebih dianjurkan adalah menerima haid sebagai bagian dari kehidupan seorang perempuan. Ketika sedang mengalami haid, wanita tidak diwajibkan untuk berpuasa.

Sebaliknya, mereka dapat menggantinya dengan berpuasa di hari-hari lain setelah haid telah berakhir.

Pendekatan ini tidak hanya mencerminkan keseimbangan antara kewajiban agama dan kesehatan tubuh, tetapi juga meneguhkan pentingnya menjaga fitrah sebagai seorang perempuan.

Dengan demikian, menjaga kesehatan dan menjalankan ibadah dengan benar adalah hal yang sejalan dalam ajaran agama.***

0 Komentar