Jangan Marah Yang Berlebihan

Jangan Marah Yang Berlebihan
H. Sadulloh, SQ, Wakil Katib PWNU Jawa Barat (ist)
0 Komentar

 

Selanjutnya, ia juga memberikan dua solusi pengobatan agar terhindar dari sifat pemarah. Pertama, dengan cara mencegah, yakni kita harus ingat dampak dari marah adalah kerusakan, karenanya kita harus  memiliki jiwa penyabar dan selalu menahan amarah.

Kedua, dengan cara menghilangkan, yakni kita harus bisa tahu diri, selalu memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar terhindar godaan setan, kemudian dilanjut dengan mandi atau berwudhu.

Banyak hal buruk yang dapat muncul dari sikap marah. Marah bisa menimbulkan saling membenci, memutus tali silaturahim, permusuhan, dan tercerabutnya keberkahan rezeki.

Baca Juga:Ratusan Warga Terima BLT DD dan BLT BBMLongsor di Tegalmanggung Berdampak ke Desa Cimanggung

Oleh karena itu, Allah subhanahu wata’ala memberi apresiasi kepada orang yang selalu menahan amarah dan selalu memberi maaf sebagaimana firman-Nya QS Ali Imran ayat 134  “…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

Di antara kita pasti pernah marah. Punya perasaan marah adalah sesuatu yang wajar. Nabi, sahabat dan para ulama juga pernah marah. Namun, yang paling penting diperhatikan adalah atas dasar apa kita marah dan bagaimana kita menyikapi gejolak itu: menahannya atau membiarkannya hingga memunculkan perilaku lanjutan, seperti berkata kasar, melukai orang lain, merusak barang, dan semacamnya.

Dalam riwayat lain disebutkan:  “Ibnu Mas’ud berkata, Nabi bertanya, ‘Siapa yang kalian anggap sebagai orang yang perkasa?’ Kami menjawab, ‘Dia yang tidak bisa dikalahkan keperkasaannya oleh siapa pun.’ Nabi menimpali, ‘Bukan demikian, akan tetapi yang perkasa adalah orang yang bisa menahan dirinya ketika marah’.” (HR Muslim) Jakfar bin Muhammad berkata: “Marah adalah kunci dari setiap keburukan.”

Lalu bagaimana tips kita agar bisa menahan amarah? Al-Imam al-Ghazali sebagaimana dikutip Syekh Jamaluddin al-Qasimi memaparkan bahwa ketika amarah memuncak, ada dua cara luapan emosi itu bisa diredam. Pertama, dengan ilmu. Kedua, dengan amal.

Dari sisi ilmu, al-Imam al-Ghaazali menjelaskan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama berpikir tentang ayat atau hadits Nabi tentang keutamaan menahan amarah, memaafkan, bersikap ramah dan menahan diri, sehingga dirinya terdorong untuk menggapai pahalanya, dan mencegah dirinya untuk membalas, serta dapat memadamkan amarahnya.

0 Komentar