Cegah Perokok pada Remaja, Pemprov Jabar Berupaya Cetak SDM Unggul

Cegah Konsumsi Rokok pada Remaja, Pemprov Jabar Berupaya Cetak SDM Unggul
Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui DP3AKB Jabar sosialisasi bahaya merokok bagi anak dan remaja melalui zoom meeting dengan berbagai komponen masyarakat pada 5 April 2022 lalu (ist)
0 Komentar

sumedangekspres, BANDUNG – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat ketiga tertinggi dari 31 provinsi di Indonesia dengan jumlah perokok pada usia 15 tahun ke atas (Remaja). Dari data itu, terdapat 1 persen dari jumlah penduduk Jawa Barat dengan anak usia 5 hingga 14 tahun yang merokok.

Provinsi dengan jumlah  perokok tertinggi pada tahun 2021 yakni Lampung sebanyak 34,07 persen, Bengkulu 33,17 persen, Jawa Barat 32,68 persen. Disusul Banten 31,76 persen dan Gorontalo 30,50 persen.

Pada tahun 2019, jumlah perokok pada usia 15 tahun ke atas di Jawa Barat berjumlah 32,97 persen. Angka itu menurun 0,42 persen pada tahun 2020 menjadi 32,55 persen. Pada tahun 2021, angka itu naik kembali 0,13 persen menjadi 32,68 persen. Sementara, kondisi Covid-19 tidak berdampak pada aktivitas rokok.

Baca Juga:Uji Laik Fungsi Tol Cisumdawu Berlangsung, Cimalaka dan Sumedang Belum DibukaDua Pelaku Curat Bobol Bengkel

Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) mengajak seluruh masyarakat untuk mencegah konsumsi pada remaja.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Barat merilis zat adiktif yang dapat mempengaruhi Pre-Frontal Cortex (PFC) dalam masa pertumbuhan remaja.

PFC atau pre-frontal cortex merupakan bagian otak yang terletak di belakang dahi yang memiliki fungsi untuk mengatur mengenai pemahaman, logika, konsentrasi, perencanaan, dan sikap kritis seseorang dalam menanggapi suatu hal.

Dalam rilis itu disebutkan, jik PFC berkembang sempurna sampai umur 20 tahun. PFC juga bertanggung jawab terhadap kemampuan kognitif. Yaitu fungsi kecerdasan, kemampuan analisis, stabilitas emosi dan pengambilan keputusan.

“Konsumsi nikotin mempangaruhi fungsi-fungsi kognitif, pengambilan keputusan, stabilitas emosi sebagai prasyarat mutlak bagi Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul,” tulis rilis tersebut.

Kerusakan PFC terjadi sejak awal mengonsumsi dan berkembang sesuai durasi dan jumlah yang dikonsumsi. Kerusakan ini akan terbawa hingga mereka dewasa.

Kebanyakan remaja belum memahami bahaya rokok sehingga masih mencoba rokok, baik rokok konvensional maupun rokok elektrik. Hal ini juga yang menjadi tantangan dalam mewujudkan SDM unggul dan berdaya saing.

Baca Juga:Indonesia Jadi Supermarket BencanaPahlawan Inklusi Keuangan, Layanan BRI Jangkau Kawasan 3T

Remaja merokok tentunya dapat menjadi menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa. Padahal, salah satu indikator keberhasilan pembangunan SDM di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 ialah penurunan prosentase merokok usia 0-18 tahun dari 9,1 menjadi 8,7 pada 2024.

0 Komentar