sumedangekspres – Orientasi seksual tidak bisa diubah. Tindakan tersebut justru meningkatkan risiko depresi, gangguan kecemasan, bahkan upaya bunuh diri. Lantas Apa Lgbt bisa kembali normal?
Pelaku memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan kebanyakan orang normal lainnya.
Dibandingkan dengan individu heteroseksual, kelompok homoseksual lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan.
Baca Juga:LGBT Termasuk Gangguan Mental Apa Benar? Simak Penjelasannya!Siswa Iuran Beli Sepatu untuk Temannya, Ridwan Kamil Hadiahi Dana Pendidikan
Hal ini disebabkan tekanan psikologis karena merasa berbeda, kesepian dan terdiskriminasi oleh kelompok lain dalam masyarakat.
LGBT sempat dikabarkan bisa sembuh atau kembali normal dengan salah satu terapi bernama terapi konversi.
Beberapa orang menggunakan terapi konversi sebagai cara untuk kembali normal dari menjadi gay dan lesbian
Penyebab seseorang menjadi Gay atau Lesbi
Penyebab seseorang menjadi LGBT bisa dikarenakan dari berbagai faktor:
Faktor lingkungan
Diantara faktor yang diduga membuat seseorang menjadi gay adalah lingkungan. Beberapa orang yang mengaku sebagai mengklaim bahwa persatuan mereka dapat memengaruhi orientasi seksual mereka saat ini.
Faktor genetik
Faktor yang dapat mempengaruhi seseorang menjadi LGBT adalah faktor genetik
Faktor pengalaman traumatis
Faktor yang dapat mempengaruhi seseorang adalah pengalaman traumatik. Pengalaman buruk seseorang tetap ada di hati dan pikiran dan menyebabkan trauma.
Bisakah LGBT Sembuh?
Menjadi gay atau homoseksual bukanlah penyakit yang perlu disembuhkan.
Baca Juga:Resep Pastel Ayam dan Sayur Camilan Untuk Buka Puasa!Nonton Drama Oasis Episode 4 Sub Indo Nonton Gratis di Vidio Premier, Viki dan KBS
Namun, bagi sebagian orang, orientasi seksual ini merupakan hal yang tabu, terutama di beberapa negara seperti Indonesia.
Sebuah buku berjudul Homosexuality in Perspective juga menyebutkan bahwa gangguan orientasi seksual ini bisa disembuhkan.
Sebuah studi selama 14 tahun terhadap 67 orang gay, baik pria maupun wanita, yang merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut menunjukkan tingkat keberhasilan 70 persen.
Sementara itu, pengobatan lain yaitu terapi konversi atau yang lebih dikenal dengan terapi medis dianggap berbahaya bagi penderitanya.
Perawatan semacam itu dapat menyebabkan depresi, kecemasan, penggunaan narkoba, dan bahkan bunuh diri.