Fenomena Anak Muda Korea Selatan Lebih Senang Pengangguran Daripada Jadi Pekerja

Fenomena Anak Muda Korea Selatan Lebih Senang Pengangguran Daripada Jadi Pekerja
Fenomena Anak Muda Korea Selatan Lebih Senang Pengangguran Daripada Jadi Pekerja (eater.com)
0 Komentar

sumedangekspres –  Dalam kilasan kehidupan di Korea Selatan, tergambar sebuah fenomena menarik yang memancing pertanyaan mengapa anak muda lebih memilih merangkak di bawah selimut ketidakbekerjaan daripada merayapi lorong-lorong kantor?

Jika melihat data statistik, gambaran ini semakin jelas.

Seiring bulan berganti, jutaan anak muda Korea Selatan tampaknya memilih menekuni seni istirahat daripada menjalani ritual harian yang menghabiskan.

Bukan semata soal malas, tetapi lebih merupakan hasil dari transformasi nilai-nilai dalam masyarakat.

Baca Juga:Pesona Taman Puspa, Keindahan Alam yang Menyejukan Di Kabupaten Sumedang!Hallyu Menyapa Fashionista Indonesia

Data statistik yang menghimpun jumlah pekerja di usia dua puluhan terhampar seperti lembaran kanvas kosong.

Setiap tahunnya, angka tersebut mengalami koreksi negatif sebesar 63.000 individu. Di balik angka ini, kisah-kisah pribadi melekat, menceritakan alasannya yang tak terduga.

Pada bulan Mei, 3,83 juta individu dari kelompok usia tersebut tengah menyusun puzzle hidupnya dengan pecahan-pecahan ketidakpastian.

Dalam gemuruh data, terdengar lirih kemerosotan yang tak bisa diabaikan. Namun, di tengah lembaran suram tersebut, juga terpancar kecerahan.

Angka pengangguran, seperti sehelai daun menari dalam angin, menurun sebanyak 67.000 orang. Ini bukan sekadar cerita tentang pekerjaan yang hilang, melainkan sebuah transformasi.

Dalam pemandangan yang lebih dalam, 357.000 individu memilih menulis kisah tak lazim dengan pena ketidakbekerjaan.

Kenapa mereka memilih berdiam diri, mengamati hiruk-pikuk yang terjadi di luar jendela ruang tidur?

Baca Juga:Resep dan Cara Membuat Puding Pisang Enak Banget Banged Bikin Nagih Ngiler Pokonya 🤤Inspirasi Konsep Prewedding Arsitek

Alasannya tak sekadar berkutat pada istirahat, melainkan pencarian akan makna di balik aktivitas sehari-hari.

Mereka menilai bahwa arah haluan pekerjaan yang kini banyak tersedia tak sejalan dengan hasrat dan ambisi mereka.

Upah yang cemerlang mungkin bisa menghiasi akun bank, tapi apa artinya jika jiwa kecil mereka harus terkubur di antara tumpukan tugas yang tak membangkitkan semangat?

Dalam pemikiran mereka, lebih baik meraih kedamaian batin ketika matahari terbit daripada tenggelam dalam kepenatan yang tak berujung.

Dalam dunia yang semakin terkoneksi, pandangan ini adalah refleksi perubahan paradigma. Anak-anak muda bukan lagi sekadar pekerja keras yang menjajaki jalan karier lurus.

Mereka lebih memilih meliuk, mengejar kebahagiaan sejati yang tidak selalu bergantung pada rekening bank yang membengkak.

0 Komentar