Potret Silam Alun-alun Sumedang, Sejarah dan Makna Filosofisnya

Alun-alun Sumedang Tempo Dulu, Sejarah dan Makna Filosofisnya
Alun-alun Sumedang Tempo Dulu, Sejarah dan Makna Filosofisnya (istimewa)
0 Komentar

sumedangekspres – Alun-alun Sumedang dewasa ini menjadi ikon Kabupaten Sumedang. Event-event pun terus diselenggarakan di tempat ini. Namun, bagaimanakah potret silam Alun-alun Sumedang tempo dulu serta sejarah dan makna filosofisnya? Simak artikel ini sampai habis!

Budayawan Sumedang Tatang Sobana menerangkan, selain berada di depan rumah bupati, dulu alun-alun juga dijadikan halaman depan para penguasa, seperti raja, wadana, camat dan bahkan sampai kepala desa. Halaman luas di depan pendopo tempat kediamannya itu dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehari-hari, dalam ihwal pemerintahan militer, perdagangan, kerajinan dan pendidikan.

“Pada awalnya alun-alun merupakan tempat berlatih perang (gladi yuda) bagi prajurit kerajaan, tempat penyelenggaraan sayembara dan penyampaian titah (sabda) raja kepada kawula (rakyat), pusat perdagangan serta hiburan rakyat,” katanya.

Baca Juga:Simak Perbedaan Siaran TV Digital dengan TV AnalogCara Pindah ke Siaran TV Digital? Simak Langkah-langkahnya!

Dikatakan lebih lanjut, secara historis perkembangan alun-alun dimulai sejak zaman Hindu-Budha, kemudian masa Kerajaan Mataram, lalu zaman masuknya pengaruh agama Islam, dilanjutkan zaman kehadiran kekuasaan penjajah Belanda di Nusantara dan zaman kemerdekaan.

“Pada zaman Kerajaan Mataram , di alun-alun depan istana menjadi pusat administratif dan sosial budaya. Konsep Alun-alun pada masa masuknya Islam semakin berkembang sebagai ruang terbuka perluasan halaman masjid untuk menampung luapan jemaah. Pada masa Belanda berkuasa,  didirikan beberapa bangunan yang berfungsi untuk kepentingan mereka,” ucapnya.

Pembangunan Alun-alun Sumedang yang sekarang berlangsung pada saat pemerintahan Pangeran Suria Kusumah Adinata atau dikenal Pangeran Sugih (1836-1882). Hal itu berkaitan dengan pengembangan Kota Sumedang waktu itu. Pada 1850 beliau melakukan penataan dengan membangun beberapa gedung di sekitar Srimanganti, antara lain Gedong Bengkok (Gedung Negara), Masjid Agung dan Bumi Kaler.

Khusus di Alun-alun Sumedang, di tengah-tengahnya terdapat tugu Lingga yang didirikan untuk memperingati jasa dan kebesaran Pangeran Aria Soeria Atmadja dalam mensejahterahkan masyarakat Sumedang pada masa pemerintahannya sebagai Bupati Sumedang dari Tahun 1883-1919.

Lingga mengandung makna filosofis sebagai lambang kesejahteraan di bidang pertanian, perhutanan, perikanan, peternakan, kesehatan, dan pendidikan. Oleh karena itu, Lingga pun menjadi lambang Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang.

Pola Macapat

0 Komentar