Dan untuk menjamin sumber air yang melimpah yang paling mudah dengan membuat tangkapan air yang besar dengan membangun waduk.
Koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 4 Mei 1926 menyebutkan danau kecil yang berada di lembah di antara Gunung Burangrang dan Tangkuban Parahu menjadi solusinya.
“Danau kecil, yang disebut Sitoe Lembang sangat menguntungkan untuk pembuatan waduk,” tulis koran tersebut.
Baca Juga:Rekomendasi 8 Wisata Alam di Bandung Sejuk BangetRekomendasi Kuliner Sunda Tradisional di Bandung
Tinggal membangun dinding tembok untuk menahan aliran Tjimahi setinggi 3 meter dengan panjang 10 meter untuk membangun waduk dengan memanfaatkan lembah untuk memperluas danau yang sudah ada.
Air yang tersimpan di waduk tersebut bisa mencapai 5 juta meter kubik. Airnya tinggal di salurkan memanfaatkan jaringan irigasi yang sudah ada.
Yang paling penting, biayanya murah.
Pemerintah Kota Bandung selanjutnya meminta izin pada Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu untuk memuluskan rencana tersebut (De koerier, 7 November 1930).
Tak butuh waktu lama izin pun diperoleh. Pembangunan langsung dikebut.
Setahun waktu yang dibutuhkan untuk membangun waduk yang sekaligus berfungsi mengatur air yang tertampung di Situ Lembang.
Awal Desember 1931, waduk Situ Lembang beroperasi (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie?, 24 Maret 1932).
Danau Situ Lembang Berkembang Menjadi Tempat Wisata
Rencana membangun waduk tersebut pelan-pelan membuka selubung Situ Lembang.
Masyarakat banyak yang penasaran menyaksikan langsung danau yang berada di tengah lembah yang di kelilingi hutan purba dihimpit Gunung Burangrang dan Tangkubanparahu.
Kelompok Natuur Historische Vereeniging (Masyarakat Sejarah Alam) salah satunya yang paling tertarik.
Baca Juga:Mengulas Sejarah Kerajaan SundaMengulas Sejarah Kerajaan Galunggung Tasikmalaya
Koran De koerier tanggal 4 Februari 1929 menceritakan pengalaman perwakilan kelompok tersebut yang mendapat kesempatan untuk ikut terbang di dalam pesawat milik KNILM (Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij), maskapai penerbangan Hindia Belanda.
Ada 29 anggota Natuur Historische Vereeniging yang bergantian ikut terbang mengitari Bandung untuk menyaksikan keindahannya dari udara.
Pesawat yang ditumpangi hanya terbang pendek saja. Dari lapangan terbang Andir menuju Gunung Tangkuban Parahu, lalu kembali mendarat.
Pemandangan Situ Lembang dari udara salah satu yang mempesona. Danau tersebut terlihat berada di dataran kecil di tengah-tengah rimbunnya hutan.
Perjalanan udara itu memantik penasaran. Kelompok lain tertarik menyambangi Situ Lembang langsung dengan perjalanan darat.