sumedangekspres – Di balik banyaknya manfaat dari kemajuan teknologi terdapat kekhawatiran pengalihan tugas yang menggantikan peran manusia, apalagi saat ini tengah berkembang perangkat kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Terdapat banyak kekhawatiran perkembangan ini akan berdampak pada berkurangnya lapangan pekerjaan di masa depan.
Namun, hal itu disikapi berbeda oleh Direktur Utama BRI Sunarso dalam gelaran World Economic Forum 2024 yang diselenggarakan di Davos pada 15-19 Januari 2024. Menurutnya, pesatnya perkembangan teknologi, termasuk salah satunya kehadiran AI bukanlah menjadi ancaman dalam pekerjaan, melainkan alat untuk membantu manusia bekerja lebih produktif.
Di sisi lain, Sunarso justru meyakini kehadiran AI justru mengamplifikasi pekerjaan yang tidak dapat digantikan oleh mesin ataupun teknologi. Satu yang paling jelas adalah pekerjaan yang berhubungan dengan pengembalian fungsi alam setelah bertahun-tahun dieksploitasi oleh manusia.
Baca Juga:Dorong Pertumbuhan Ekonomi, BRI Fokus Dorong Literasi Pelaku Usaha Ultra MikroWaspada Kejahatan Siber Quishing, BRI Beberkan Cara Antisipasinya
Sunarso mengatakan, upaya mengembalikan kelestarian dan fungsi dasar alam bisa menjadi pekerjaan baru di masa depan yang menghasilkan pemasukan (income) tersendiri bagi manusia. Sunarso sebagai leader di perusahaan BUMN memiliki tanggung jawab menyediakan pekerjaan tersebut agar masyarakat tetap sejahtera di tengah gempuran teknologi. Pada akhirnya, pekerjaan tersebut akan menjadi sumber pertumbuhan baru di Indonesia.
“Contohnya, banyak dibutuhkan ribuan bahkan jutaan tenaga kerja untuk sekadar menanam, memperbaiki daerah aliran sungai. Menanam menghijaukan hutan-hutan yang setiap tahun terbakar, menanam menghijaukan kembali bumi gunung di Jawa yang setiap kemarau terbakar. Itu create job! Itu adalah sumber pekerjaan baru, sumber pendapatan baru, dan sumber pertumbuhan baru,” lanjut Sunarso.
Pekerjaan-pekerjaan tersebut, menurut Sunarso, hanya bisa dikerjakan oleh sentuhan tangan manusia dibanding mesin atau teknologi yang tidak mempunyai perasaan. Namun di sisi lain, Sunarso berharap adanya regulasi terkait AI sebagai upaya preventif terjadinya kejahatan siber di masa mendatang.
”Saya termasuk yang gelisah sedikit, yang saya gelisahkan sama yakni butuh regulasi. Itu mesin memang bisa melakukan dan mengkerjakan ribuan algoritma, tapi kelemahannya tetap dia tidak punya perasaan. Ketika data yang masuk tanpa perasaan, dimanipulasi, dan itulah yang terjadi di cyber crime. Ada orang yang lebih pintar dari pencipta AI itu sendiri menggunakannya untuk cyber crime,” imbuh Sunarso.