Lahan Bangunan Sekolah Dasar Digugat Ahli Waris

Lahan Bangunan Sekolah Dasar Digugat Ahli Waris
Bangunan beberapa SDN di Desa Margahayu Selatan Kecamatan Margahayu kini disengketakan ahli waris ke Pengadilan (ist)
0 Komentar

sumedangekspres, BANDUNG – Sebanyak empat lahan yang dibangun sekolah dasar di Desa Margahayu Selatan Kecamatan Margahayu digugat ahli waris almarhum Apandi dan Icih.

Bangunan sekolah dasar tersebut yakni SDN 07, SDN 08, SDN 09 dan SDN 10.

Para ahli waris itu melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Baleendah.

Vitria Suciana yang juga menjadi  Kuasa hukum ahli waris mengaku mendapat kuasa untuk melayangkan gugatan terhadap aset tersebut dari 9 orang ahli waris.

“Kita dapet kuasa dari tahun 2020 dari 9 orang ahli waris anak dari almarhum Pak Apandi,” katanya kepada wartawan di Soreang, Rabu (8/6).

Baca Juga:Apdesi dan Masyarakat Ujungjaya Turut Berduka atas Meninggalnya Eril. Cucun: Tabah PakBPJS Ketenagakerjaan Berikan Pelayanan Terbaik, Pekerja Alami Kecelakaan Kerja Dipasang Potese Tangan Robotik

Vitria menjelaskan, hingga saat ini pihaknya telah menempuh jalur mediasi bersama pihak terkait.

“Saat ini, menurut klien kami dan kami pun mengumpulkan fakta. Fakta yang kami dapatkan dari aparat pemerintahan, kami sudah mediasi, mengeluarkan SKB terus mempunyai cek yang menyatakan itu tanah masih punya Bapak Apandi, tetapi sudah berdiri bangunan SD. Namun ahli waris kami sampai saat ini belum menerima kompensasi, baik itu pembayaran untuk ganti kerugian dipergunakannya bangunan yang sewa atau jual beli, hibah tidak ada sama sekali,” paparnya.

Dia mengungkapkan proses pembangunan SDN tersebut telah terjadi pada tahun 1979. Pembangunan tersebut telah disetujui oleh pemerintah desa untuk tetap dilakukan pembayaran.

“Prosesnya dari tahun 1979 sejak pemerintahan Desa Margahayu Selatan mencari tanah untuk pembangunan SD Inpres, mereka mencari ke salah satu tempat. Akhirnya, mendapatkan tanah milik Pak Apandi. Saat itu disetujui oleh aparat desa pada saat itu Kades Margahayu Selatan ke Satu, namanya Pak Cucu kalau enggak salah,” jelasnya.

Saat itu, katanya, mereka menyetujui. Istilahnya  pembayarannya nanti lewat pembayaran iuran Desa. Dan, ketika  berganti kepemimpinan dengan dikeluarkannya SKB dari salah satu kepala desa periode berikutnya, bahwa itu adalah tanah milik desa.

“Gak sampai disitu, ada juga salah satu kepala desa berikutnya yang menyatakan kalau tanah itu milik pemerintah,” tegasnya.

Dia menjelaskan, meski telah melakukan mediasi, hingga saat ini tidak menemukan titik temu. Namun, saat ini akan tetap melakukan tahap mediasi sebelum meningkat ke proses pengadilan.

0 Komentar