sumedangekspres, KAB. BOGOR – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor melalui Dinas Sosial dan UPT Balai Kesejahteraan Sosial Kabupaten Bogor terus meningkatkan standar pelayanan, para penyandang disabilitas mental atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) agar mendapat layanan kesehatan yang semakin baik. Hal tersebut dikatakan Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial, Dian Mulyadiansyah, di Cibinong (25/7/2022).
Berdasarkan data, jumlah penyandang disabilitas mental di Kabupaten Bogor yang telah berhasil dilakukan pendekatan dan pendataan hingga tahun 2022 tercatat ada 2.767 orang.
Dian mengatakan, awalnya terus terang saja mereka itu kesulitan dalam mendapatkan akses di kependudukan, sementara untuk mendapatkan akses-akses bantuan perlindungan sosial dasarnya adalah mereka harus punya administrasi kependudukan.
Baca Juga:Airlangga: Indonesia Jepang Sepakati Kerja Sama SDM dan Teknologi DigitalTim Harus Berikan Arahan dan Masukan, Pemprov Jabar Evaluasi LPPD Sumedang
“Makanya kita dorong ke keluarga untuk dimasukan dalam Kartu Keluarga (KK), sehingga mereka memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK),” kata Dian.
Dian melanjutkan, barulah kita bisa merujuk ke rehabilitasi sosial baik melalui pengobatan ataupun rujukan ke Rumah Sakit Marzoeki Mahdi di Kota Bogor untuk menerima pelayanan medis bersama dengan teman-teman Dinas Kesehatan dan Puskesmas di bidang kesehatan jiwa.
“Yang sudah dalam proses rehabilitasi medis itu hampir setengah dari jumlah tersebut, mereka sudah secara rutin melakukan pengobatan dengan didampingi para pendamping disabilitas mental,” ujar Dian.
Untuk diketahui, tahun 2021, Pemkab Bogor melalui Dinas Sosial telah mendorong mereka untuk mendapatkan bantuan sosial berupa modal usaha bagi 136 penyandang disabilitas mental yang sudah dianggap mampu berusaha di bidang usaha sesuai kemampuannya seperti jualan sembako, ternak perikanan, dan ada yang di peternakan domba.
Kepala UPT Balai Kesejahteraan Sosial Kabupaten Bogor, Fitri Sri Wahyuni menjelaskan, penyandang disabilitas mental harus ditangani secara intensif dan berkelanjutan, agar mereka mampu kembali menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
“Jadi yang kami temui ya rata-rata yang sakit, eks ODGJ, yang dukanya itu kadang mereka tidak diterima sama keluarga, tempat ini adalah shelter. Staff di sini tugasnya selain assessment, juga psikososial ya, jadi pendekatan-pendekatan kepada client. Jadi, setiap pagi kita ada kegiatan rutin kaya senam, kalau lansia kan belum bisa senam ya, paling kita ajak belajar jalan biar mereka bisa mandiri, ya karena tadi itu target kita kan yang ngerujuk ke panti kan harus mandiri ya,” jelas Fitri.