Sejarah Nama Dusun Tenjolaut Sumedang : Dulunya Lautan?

Sejarah Nama Dusun Tenjolaut Sumedang : Dulunya Lautan?
Sejarah Nama Dusun Tenjolaut Sumedang : Dulunya Lautan? (ist)
0 Komentar

sumedangekspres – Sejarah Nama Dusun Tenjolaut Sumedang : Dulunya Lautan?

Setiap dusun atau desa umumnya memiliki asal-usul nama mereka sendiri, termasuk Dusun Tenjolaut di Desa Padaasih, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang.

Nama Tenjolaut berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Sunda, yaitu “tenjo” dan “laut,” di mana “tenjo” berarti melihat.

Jadi, secara harfiah, Tenjolaut dapat diartikan sebagai tempat melihat laut.

Deni Hidayat, Kepala Dusun Tenjolaut, menjelaskan bahwa ada dua versi terkait asal-usul nama dusun ini.

Baca Juga:Bapenda Jabar Targetkan Rp 150 M Pendapatan Pajak Bermotor Dalam Event GIIASDesa di Sumedang Kelola Sampah Terintegrasi Ketahanan Pangan

Pertama, karena warga dusun dapat melihat ke arah laut di sebelah timur atau ke laut di Cirebon.

Kedua, ada yang berpendapat bahwa daerah dusun Tenjolaut dulunya merupakan lautan.

Dusun Tenjolaut terletak di dataran tinggi, menawarkan beberapa spot yang memungkinkan melihat panorama alam Cirebon dan Indramayu dari ketinggian.

Salah satu spot menarik adalah Blok Jukut, di mana terdapat gunungan pasir unik yang disebut Pasir Putih.

Deni menjelaskan bahwa Blok Jukut telah lama menjadi tempat bermain anak-anak dari Dusun Tenjolaut. Dusun ini terdiri dari satu RW dengan empat RT, dan jumlah kepala keluarga (KK) mencapai sekitar 200-300 KK, dengan mata pencaharian utama sebagai petani.

Dusun Tenjolaut juga memiliki sejarah terkait Kerajaan Sumedang Larang, dengan peninggalan berupa petilasan Rangga Gempol II atau Raden Bagus Weruh.

Deni menunjukkan sebuah bongkahan batu di area pemakaman umum yang dipercayai sebagai petilasan tersebut.

Baca Juga:Bongsang Akan Jadi Pengganti Wadah dari Plastik? Ini Kata Pj Bupati SumedangUnik Banget! Posyandu di Sumedang Beternak Lele Untuk Meningkatkan Ekonomi Warga

Sayangnya, keadaan petilasan tersebut terkesan terabaikan, tanpa keterangan atau papan informasi terkait sejarahnya.

Menurut tradisi di Karatonan Sumedang Larang, sebuah petilasan biasanya ditandai dengan pohon bungur yang tumbuh di perkebunan.

Di dekat petilasan yang konon merupakan milik Rangga Gempol II, terdapat sebuah pohon bungur yang telah berusia ratusan tahun.

Deni mengungkapkannya terhadap kondisi petilasan tersebut yang terabaikan dan tidak terurus.

Ia mengajukan permintaan perhatian lebih baik dari pihak pemerintah dan Karaton Sumedang Larang terkait keberadaan petilasan ini.

Menurutnya, sebagai pusat budaya, Sumedang seharusnya memberikan perhatian dan ketertarikan lebih terhadap situs-situs bersejarah seperti ini.

0 Komentar